Wednesday, October 19, 2011

Sebuah Kisah

Prince : Pagi gadis cantik, embun tak beriak menandakan kesuciannya,
            Seperti gerimis pertama yang menyejukkan, Seperti Kamu.
Gadis  : Siapa sich?

Prince : Seseorang yang sembunyi diantara domba putih yang merumput, karena malu
Gadis  : Kenapa kau sembunyi dibelakang domba putih padahal paras tampanmu telah berkilau dihatiku

Prince : Karena ketampanan makhluk tuhan kan terkalahkan oleh aura kecantikanmu
Gadis  : Bisa-bisanya kau berkata begitu,Selayaknya pasir putih kau tabur dilegam kulitku,
            agar kau tahu kutak begitu

Prince : Biarkan aku menghilang jika kau merasa kubegitu,
            biarkan aku menjadi mentari pagi yang pergi disiang hari,agar tak menyakitimu
Gadis  : Kau salah jika mengira begitu, kau darah hidupku, walau kutahu kau sejati untukkua
            dan bukan untukku

Beberapa jam kemudian saat malam menyapa

Gadis  : Kemanakah kau pujangga jiwa ???
Prince : Aku berada dijeruji jiwa. Terdiam Adalam kelamnya rasa yang tenggelam oleh senyummu

Gadis  : Sedalam apa aku tenggelamkanmu? lautan manakah yang bekukanmu.
            Cintamu bak virus menyebar kehidup pedihku hingga kubahagia seperti saat ini
Prince : Kenapa melupakanmu seperti berada digurun pasir. Saat kaulah penyegar dahaga jiwa.
            Jawab hatiku bagaimana cara melupakanmu??

Gadis  : Jawabannya ada diujung langit dan aku takkan mampu menjawab tanyamu bila aku belum kelangit
            Hanya rasa yang tersirat mampu mewakili kenapa kau tak bisa lupakanku, terlalu bijakkah itu?
Prince : Kaulah bidadariku, Apakah kau telah terlelap??, padahal bintang telah kupinta tuk menemanimu.
            Mampukah aku menerbos mimpimu Sekedar meluangkan rinduku

Gadis  : Apalah arti puisi indah jika sejatinya aku tak tahu siapakah gerangan dirimu??
Prince : Aku adalah awan yang menutupimu diteriknya mentari, air untuk bunga yang melayu,
            angin yang membelaimu saat kau bersedih, biarkan aku jadi sang pujangga dan bunuh rasa keingin    tahuanmu
         Sebelum itu membunuhmu


To Be Continued . . . . .

Terpuruk Dalam Keangkuhan

Bagaikan camar yang melayang
menembus pedihnya udara diangkasa
bagaimana aku bisa berduka
jika duka itu adalah diriku

Aku tak pernah terluka
karena akulah luka itu
jika terlukiskan sang pelukis
bafai duri kaktus digurun nan gersang

saat langkahku terbawa sang waktu
hanya penyesalan yang bergaung
menciptakan irama nan memilukan diangkasa
dan sesal itu bukan milikku

Bagaimana aku bisa menangis
jika hati telah membatu
batu yang bisa retak setiap saat
dan hancur dibawa musim

Siapakah aku sang takdir
mengapa duka dan perih terbawa olehku
Jika cinta itu memang ada
Apa akulah musuhnya