Hari ini aku masih menunggu nirmala dirumah sakit, aku tak bisa mengabaikan sepupuku yang satu itu, kutinggalkan semua pekerjaanku dikantor papaku, sudah 5 tahun nirmala hidup bersama keluargaku, mamanya meninggal saat melahirkannya, ayahnya meninggal 15 tahun kemudian karena kangker leukimia, sama seperti yang diidap nirmala saat ini, nirmala sangat cantik, walau rambutnya tak selebat dulu, aku bersyukur karena pengobatan sekarang lebih maju daripada 5 tahun yang lalu, dan nirmala memiliki semangat hidup yang sangat mengagumkan. Dion, Viko, dan aldo merupakan salah satu bukti akan kecantikan dan kebaikan hati nirmala, 3 pria yang salig bersaing itu menjadi sahabat baik yang selalu bergantian menemani nirmala, tapi cerita ini bukan tentang nirmala, mungkin ini terdengar egois tapi ini merupakan ceritaku, yang berawal dari sebuah koridor rumah sakit menuju hatiku.
"Kak, om gak marah kakak ninggalin kerjaan dikantor, lala g takut koq sendirian?" tanya nirmala yang baru saja selesai mandi.
"Papa g marah koq, makanya kamu cepet sembuh ntar gantian kamu yang bantuin kakak ngerjain tugas kakak yang numpuk dikantor," candaku.
"Uumh, aku jadi malu kak, baru 5 bulan magang dikantor om, malah masuknya kerumah sakit.... hihihi" balas nirmala.
"Pokoknya kamu harus cepet sembuh, soalnya beneran nih kakak bakal butuh banyak bantuan dikantor..." kataku mencoba mengabaikan penyakit nirmala bukanlah panas atau batuk yang beberapa hari cepet sembuh, menganggapnya seolah besok nirmala pulang,
"Yaaa cari asisten gituuu yang cantik, ntar bisa dijadiin istri, hehehehe..." goda nirmala sambil tersenyum manis tanpa bisa menghapus matanya yang sayu
"Kakak mau nunggu lala sembuh dulu, ntar yang jadi kembang mayangnya kan dek lala ma dek sylvia" sylvia adalah adik kandungku. dan perbicangan kami berlanjut sampai suster menjemput nirmala untuk therapy. Sedangkan aku memutuskan untuk pergi kekantin, disepanjang koridor rumah sakit aku memandangi orang-orang yang berlalu lalang, tak pernah terfikirkan olehku untuk berbulan-bulan berada dirumah sakit ini, walau sudah banyak perawat dan dokter cantik yang sering mencoba menarik perhatianku, dan dengan senyumku yang menurut adik-adikku yang cewek semua itu menawan kuberikan perhatian balik walau sebatas itu, karena aku tak mau title playboyku merajah dirumah sakit ini, aku tak mau nirmala menjadi korban dari cewek-cewek yang nanti mungkin akan kusakiti. Namun tiba-tiba...
Gadis itu berlari . . . rambutnya yang panjang berurai menari-nari bagaikan bayangan kelam yang entah mengapa begitu menawan. Air mata masih tersisa dimatanya namun itu hanya menambah kecantikannya, dan dia melewatiku meninggalkan sapuan angin lembut yang hanya sepersekian detik namun bagaikan telah bermenit-menit terjadi. Aku terpana dan aku tak menyangkalnya... Ini bukan cinta pada pandangan pertama...
Ini adalah cinta yang pernah kukenal, pernah kurasakan namun tak pernah kumiliki . . . bertahun-tahun yang lalu. . . Shafira . . . gadis yang meruntuhkan egoku, keangkuhanku, pesonaku, menjadi berkeping-keping namun malah menjadikanku begitu tergila-gila padanya. kuikuti shafira dari belakang, mengimbangi laju larinya . . . entah mengapa hatiku berdebar, entah mengapa perutku seakan berputar-putar pada porosnya, dia masih cantik, walau tak secantik pacar terakhirku, dia menuju ruang perawatan ICU, tepat saat seorang pria dalam kereta dorong keluar dan shafira segera menyongsongnya, segera disembunyikannya sisa air matanya dalam senyumnya yang masih membuatku berhenti bernafas sejenak, dan hatiku semakin tak karuan begitu kereta dorong itu memasuki ruang disebelah kamar nirmala.
Siapa pria muda itu??? suaminyakah? saudaranyakah? pacarnya?? berbagai pikiran berkecamuk dihatiku. aku segera masuk keruangan nirmala dan menjaganya sampai sore tanpa berani keluar kamar. hingga aku pulang dan tak bisa tidur semalaman dengan hati berdebar. Aku tersadar cinta ini tak pernah mati, walau tak pernah kusirami, walau tak pernah kulihat, tak pernah . . . .
"Aaaaaakhhhhh " tak dapat kuusir bayangannya walau kuteriak tak jelas dikamarku. apa aku harus menyapanya? apa dia masih seperti dulu, galak namun menggemaskan. aku jadi ingat saat-saat aku dulu sering menggodanya, menjahilinya, dia hanya tersenyum dan berlalu, namun membalasku diwaktu yang tak kusangka-sangka, memikirkan saat aku tak sengaja memegang tangannya dan dia menggigitku masih membuatku berdebar hingga saat ini. Dulu aku begitu tak perduli walau tingkahku dalam menggodanya sangat memalukan dan disorak anak satu sekolah saat aku bernyanyi dipensi dan menyatakan cintaku padanya, saat upacara bendera dan aku ketua upacara kugoda dia ditengah lapangan hingga aku diskors dilarang menjadi petugas upacara selama 5x sesi. atau dengan cara-cara halus berupa setangkai bunga mawar putih dimejanya, puisi semanis cokelat beserta cokelatnya, hingga kukesal karena yang kudapat hanya pandangan lugu layaknya anak kecil usia 5 tahun.... dengan matanya berkedip-kedip dan juluran lidah kemudian membagikan cokelatku keteman-temannya. Mengapa aku menyukainnya??? Mengapa dia tak pernah bilang dia menyukaiku juga, atau dia tidak menyukaiku, walau berkali-kali kuungkap perasaanku, saat kudiamkan dia pun juga diam. Seakan Predikat ketua osis, ketua Photograpy club, ketua Paduan suara, Ketua PMI sekolah, Ketua seni drama, Ketua Direksi majalah sekolah, Juara Umum mulai dari kelas satu, Coverboy sebuah majalah, satu-satunya siswa yang membawa mobil pribadi kesekolah, dengan segudang prestasi, dan tiada hari tanpa surat cinta dari gadis-gadis disekolah ini maupun sekolah lain, tiada artinya dimatanya. Aku diabaikan. . . tapi tak mampu mengabaikannya.
Saat itu pelajaran olah raga, semua teman-teman sudah dilapangan, dan aku meminta izin pak tio untuk mengambil bola yang ketinggalan dialmari kelas, saat itu dia berada dikelas, tidur dengan manisnya, begitu pulas seakan tak perduli dengan apapun didunia ini, dengan iseng aku mendekatinya, begitu beraninya anak ini membolos saat pelajaran olah raga, tidur dikelas lagi, berencana untuk menjahilinya begitu didepan mejanya aku mendekatkan wajahku melihat wajahnya lebih dekat namun aku malah terpaku menatapnya, matanya, hidungnya, bibirnya, pipinya, hatiku berdebar dan aku segera berlari keluar . . . Dan aku jatuh cinta.
***
Pagi ini aku berangkat kekantor sebelum kerumah sakit, sudah 3 hari aku digantikan Sylvia menemani nirmala, aku mencoba menetralisir perasaanku terlebih dahulu, namun nirmala malah menghuatirkanku, jadi aku memutuskan setelah meeting pagi ini aku kerumah sakit. Didepan kamar nirmala dokter bella sudah menungguku, wajahnya celingukan mencari seseorang, dan sesuai perkiraanku dia langsung meraih lenganku.
"Pagi zha, kamu koq g pernah kesini lagi sih, aku kan kangen" kata dokter bella manja.
"Iya bell, lagi banyak kerjaan dikantor, g bisa ditinggal, gimana keadaannya lala?" tanyaku.
"Lala baik-baik ajah, g nanya kabar aku?" tanyanya sambil manyun 5 cm.
"Kamu sendiri gimana?" tanyaku berusaha sopan.
"AAkuuu baa.."
"Dokter tolongin mas firman dok, mas boleh pinjam dokternya sebentar???" wajah panik yang tak pernah kulihat dari raut gadis itu, memotong kata-kata bella sekaligus menyelamatku serta kembali menggoyahkan hatiku da membuatku ikut menjadi khuatir.
"Iyaa fir, bell kamu tolongin fira sebentar yaaa" pintaku kebella begitu melihat raut wajahnya kesal karena diganggu shafira
"Ok zha, kamu jangan kemana-mana yaaa" jawab bella dengan pandangan manja. aku mengangguk, fira sempat memandangku dengan heran namun segera berlari keruangan kamar sebelah dan akupun masuk kekamar nirmala. rupanya bella ada urusan lain sehingga hingga tengah hari wajahnya tidak muncul lagi dan walaupun bella memiliki wajah salon yang terawat dan sangat cantik namun ketidak hadirannya membuatku tenang.
"Dek, mas arzha mau kekantin, kamu mau nitip apa?" tawarku kenirmala yang sedang ngobrol dengan viko.
"Pengen juice jeruk kak, titip satu yaaa yang dingin," Jawab nirmala kubalas dengan anggukan, namun dipintu keluar aku bertatapan dengan shafira yang sedang duduk didepan kamar pria yang dia sebut mas firman tadi. dia tersenyum dan berdiri kemudian berjalan menuju kearahku.
"Mas, makasih yaaa tadi da minjemin dokternya, oh yaa kalau boleh tahu nama mas siapa yaa? koq mas tahu nama saya tadi? apa saya kenal sama mas?" tanyanya bertubi-tubi, dia seperti bukan shafira yang kukenal, dia begitu spontan, ramah, namun yang membuatku kesal sampai detik ini dia mengabaikanku, parahnya melupakanku.
"arzha, farzha juliano sutomo, . . . " kataku sambil mengulurkan tangan, dan nirmala sambut dengan lembut sambil tersenyum dan akupun tersenyum.
"mas arzha koq tau nama saya? kita pernah ketemu? maaf tapi saya tidak ingat sama mas" kata-katanya membuatku kehilangan senyumku lagi.
"g papa kalau fira g inget sama aku, kita pernah satu SMA bareng, sekelas juga sich," terangku mencoba sabar menghadapi tingkahya, nie anak oon apa amnesia sich. dia termenung sejenak, kupandangi wajahnya yang semakin dewasa, wajah cantik tanpa make up tebal.
"Oooo Ojang???, ojang yang dulu pernah ngasih cokelat?" jawabnya tiba-tiba membuyarkan lamunanku, lama-lama rasanya rasa terpesonaku terhadap fira hancur berantakan. siapa ojang???? sejak kapan namaku yang keren nie berubah menjadi ojang.
"Oh maaf, maksudku arzha, yang ketua osis itu?, hai zha, gimana kabar kamu?" tanyanya dengan permintaan maaf namun ekspressinya tidak menyiratkan penyesalan sedikitpun.
"Iyaaa... aku baik-baik saja, kamu kenapa dirumah sakit fir? siapa yang sakit?" tanyaku sambil menuju tempat duduk dan dia mengikutiku lalu tanpa disuruh kamipun duduk.
"Mas firman, calon suamiku. kalau kamu?" tanyanya dengan perubahan raut wajah yang terlihat jelas. jawaban singkat namun terasa begitu menyakitkan.
"Sepupuku, sakit apa fir?" tanyaku ingin tahu.
"Kecelakaan, dia gegar otak, padahal seminggu lagi kami akan menikah, dokter bilang ... dok terr bilangg" air mata fira menetes dan terus mengalir. begitu besar desakan untuk memeluknya dan menenangkannya namun aku bukan anak kecil lagi.
"Kamu yang sabar yaaa." hanya kata-kata itu yang mampu keluar dari mulutku, menemaninya hingga air matanya berhenti mengalir.
"Maaf, kamu jadi dengerin aku nangis,"katanya beberapa saat kemudian. setelah mulai tenang.
"Maaf, aku g tau apa yang kamu rasain, karena aku belum pernah ngalamin, jadi aku cuma bisa duduk disini, nemenin kamu" kataku pelan dan dia menatapku lama. lalu tersenyum samar.
"Makasih arzha" katanya pelan namun bagiku ini merupakan saat-saat teromantis dalam hidupku. mungkin karena didepanku shafira, bukan gadis lain.
"fir, boleh nanya g?" kataku
"boleh, mank ada apa?" tanyanya penasaran
"sejak kapan namaku berubah menjadi ojang?" wajah shafira langsung memerah, dia tersenyum kecil.
"kalau boleh jujur sih, karena dulu aku sebel kronis sama kamu, mmmm, jadi ceritanya aku punya kura-kura kecil trus kunamai ojang, tiap aku kesel sama kamu aku ngomelin ojang, kasihan ojang sich, tapi ojang selalu dengerin aku, mungkin karena g ada pilihan lain, jadi sebenernya nama arzha aku plesetin jadi ojang, maaf yaa... aku udah g gitu lagi koq." katanya dengan pandangan benar-benar menyesal sekarang.
"kenapa g ngomel langsung keaku aja?" tanyaku spotan membuat suasana tiba-tiba begitu hening. . .
"fir, tante pergi dulu yaa, kamu jagain firman" tiba-tiba seorang wanita paruh baya datang keluar dari dalam kamar memecah keheningan ini.
"Iyaaa tante, oh iya ini arzha tante, teman sma fira, kebetulan sepupunya dirawat dikamar sebelah" kata fira memperkenalkanku
"Arzha tante,"kataku memperkenalkan diri dan disambut wanita itu berserta senyum letih dari wajahnya.
"Zha, aku masuk dulu yaa, sampai ketemu lagi" pamit fira sambil masuk kamar yang sebelumnya mencium tangan ibu-ibu itu.
Keesokan harinya aku bertemu lagi dengan shafira, kami bercerita banyak tentang kehidupan masing, walau hatiku kesal saat dia menceritakan pria bernama firman yang ternyata guru dari adiknya, seromantis apapun kisahnya, bagiku semua itu sangat menyebalkan, tapi tetap aku hanya bisa mendengarkannya, walau harapanku tipis untuk memilikinya, melihat begitu dalam kekagumanan, perhatian, rasa cinta fira terhadap firman.
***
Pagi ini aku tidak melihat fira, 3 hari yang lalu aku tidak kerumah sakit, selain mengerjakan banyak proyek ternyata rasa cemburu mucul dihatiku tanpa peringatan dan tanpa mampu kuhindari.
"Dek, kamu tau pasien kamar sebelah?, koq kayaknya g ada yang nungguin?" tanyaku penasaran yang tak mampu kutahan karena sampai siang fira juga belum kelihatan.
"Kemaren pagi dia siuman kak, katanya suster gina sich koma gitu, trus tadi pagi sebelum kakak datang keluargannya pulang, kenapa kak?" jawab lala sambil nanya balik.
"Oww g papa, eh dek kakak tinggal bentar yaaa, kakak mau nengokin pasien sebelah, kebetulan kakak kenal sama salah satu anggota keluarganya, adek g papa kakak tinggal ndirian?" pamitku.
" Iyaa, mas arzha kenalnya sama kakak cantik yang kemaren ngobrol sama mas itu yaaa. . . " jawab lala
"ihhh mau tauuu ajaa" balasku sambil keluar kamar lala dan masuk kekamar firman. aku ingin tahu bagaimana sich pria yang bisa menaklukkan wanita yang selama ini g bisa kutaklukkan. Pria itu menerawang jauh kelangit-langit kamarnya, sepertinya dia tidak menyadari kehadiranku.
"Hai . . . " sapaku, dia menoleh pelan dan tersenyum.
"Hai, kamu pasti arzha.." katanya pelan, membuatku mengeryit, bagaimana pria ini tahu, mungkin shafira yang memberitahunya.
"Iyaa, anda firman kan, calon suaminya fira, fira udah cerita banyak, oh yaa bagaimana keadaan anda? sudah merasa baikan?" tanyaku sopan.
"Saat ini bukan diriku yang kukhuatirkan, tapi fira, dia memang terlihat kuat, tapi dia begitu lembut dan rapuh," katanya pelan namun membuatku tertegun dan terpaku
"maaf, seharusnya saya g bilang seperti dihadapan anda, mmm Anda teman satu SMA fira yaa... begitu kebetulan yaa... silahkan duduk, kata fira anda menemani sepupu anda yang berada dikamar sebelah?" walaupun terlihat tanda-tanda kesakitan yang sangat jelas dimatanya namun dia masih begitu ramah mengajakku berbincang, kami berbincang cukup lama siang itu, dia pria yang sangat pintar dan sangat menyenangkan juga nyambung, tak terasa hampir satu jam kami berbincang hingga . . .
Wanita itu muncul, memakai baju pengantin yang begitu cantik, aku tak mampu menyembunyikan kekagumanku walau kusadar pasti firman menyadarinya, namun nafas ini tiba-tiba menjadi hilang, hingga . . .
"Ohh Arzha disini juga, mas firman sebentar lagi yang lainnya datang, tapi adek g sabar nunjukin baju ini sama mas,"kata shafira dengan manja, sisi yang belum pernah kutahu, dimatanya seakan aku tidak ada dan hanya penuh dengan mas firmannya.
***
Gadis itu disisiku sekarang, mencium tanganku, dengan penuh air mata, aku memilikinya, aku masih belum percaya, hatiku berdebar dengan keras, seakan Ijab Kabul yang barusan kuucapkan hanya ada dimimpi, nirmala tersenyum disampingku bercanda dengan sylvie, nirmala sudah sembuh. 3,5 bulan yang lalu, setelah pernikahan firman dan fira sore itu, malamnya firman dinyatakan meninggal karena pendarahan parah diotaknya, dihari seharusnya mereka menikah, dan walaupun pernikahan itu terjadi namun takdir berkata lain, walau begitu sulit fira menerima lamaranku, namun takdir berkata lain, aku akan berusaha membuatnya mencintaiku, aku belajar cinta dari firman, betapa dia memikirkan fira sebelum dirinya sendiri, itulah yang membuat fira jatuh cinta padanya, sedang aku, mengejarnya dengan melakukan hal-hal gila tanpa memikirkan perasaannya, aku harap cintaku mampu menggapai hati fira, tak perlu kumenggantikan firman, karena kusadar dia tak kan terganti, biarlah ku disisimu selamanya menemanimu tanpa keegoisanku. mungkin melalui firman kau bisa mecintaiku dan aku mejadi tau caranya membuatmu begitu.
Cintaku sederhana
hanya menyukai senyum manismu
yang cukup membuat debar hatiku terasa menyenangkan
Sederhana dengan berada disisimu begitu menenangkan
Sederhana karena dimataku hanyalah kamu
tak perduli seribu bidadari memohon perhatianku
sederhana hingga kenyataan menjadi jauh lebih indah daripada mimpi
dan waktu menjadi lebih cepat lebih berharga
walau kamu bukanlah segalanya dalam hidupku
tapi tanpamu segalanya kehilangan arti
dan kau tak sempurna dilihat dari manapun
tapi tanpamu duniaku kehilangan kesempurnaannya
Tak apa kutak memilikimu
karena hatiku telah menjadi milikmu
THE END
No comments:
Post a Comment