Friday, November 22, 2013

About My Daddy



                Apa yang bisa kukatakan tentang ayahku . . . ayahku adalah orang yang sangat-sangat hebat, sabar, pintar, namun telah pergi dalam waktu yang singkat. Ayahku bernama sufathan, lahir dijember disebuah keluarga sederhana. Putra pertama dari 7 bersaudara. Dilahirkan dikeluarga sederhana dan memiliki begitu banyak saudara membuat ayahku tumbuh menjadi seorang pria yang sangat mandiri, hingga kini beliau merupakan satu-satunya putra yang menamatkan kuliah itupun dengan biaya sendiri. Pernah suatu ketika ayahku pulang untuk meminta uang untuk ujian, namun dengan berat hati kakekku tidak memberikan uang tersebut karena memang tidak ada, ada 6 mulut kecil yang harus diberi makan dirumah, ayahku pulang dari rumah keasramanya berkilo-kilo meter sambil menangis, karena jika tidak membayar pasti akan dikeluarkan karena itu hanya sekolah swasta setara SMA. Dan dengan kasih sayang Allah, ditengah jalan ayahku menemukan uang sejumlah yang harus dibayarkan tanpa ada tanda-tanda kepemilikan. Hanya berserakan dijalan.
                Begitu lulus SMA ayahku hijrah kemalang, dimalang ayahku mulai menjadi guru disd kecil dengan bayaran makan, sambil lalu beliau belajar menjahit secara otodidak dan menjahit celana kolor lalu menjualnya, hingga punya anak sampai aku smp beliau sering menjahit sendiri bajuku, baju ibuku, baju adekku, sampai baju seragam, sampai saat beliau terserang stroke, beliau masih menjahit baju seragam mengajarnya sendiri. Beliau juga ikut berbagai organisasi, dan belajar berbagai alat-alat musik. Diantaranya : gitar, piano, orgen, biola, seruling, gendang, alat musik hadrah,drummer dll. Beliau mengajar dibanyak sd dan juga mengajar mengaji diTPQ desa. Untuk membiayai kuliah sarjana muda-nya. Dari hasil mengajar dan lain-lain beliau bisa menyekolahkan 3 adiknya dan memasukkan 2 diantaranya kepesantren. Pada umur 30 tahun beliau dikenalkan dengan ibuku dan 6 bulan kemudian mereka menikah.
                Saat itu beliau telah diangkat menjadi pegawai negeri dengan gaji yang lumayan. Ibuku merupakan putri dari seorang pengusaha sukses dikota. Namun itu tidak menjadikannya seorang wanita yang manja, beliau sangat mandiri berkat didikkan nenekku yang sangat tegas. Ibuku membuka toko kecil-kecilan diSD, yang lumayan untuk tambahan penghasilan, karena ibuku orang yang super hemat, uang gaji ayahku bisa untuk beli emas sebagai investasi dan kebutuhan hidup tercukupi dari toko kecil tsb. Ibu hidup bersama 2 adik ayahku dirumah, paman dan bibiku. Ayahku adalah sosok yang pendiam, ada sebuah kisah lucu yang diceritakan ibuku, setiap pamanku butuh sesuatu untuk sekolahnya, paman akan menulisnya disecarik kertas lalu menempelkannya dipintu kamar ayahku, lalu besoknya ayahku akan memberinya, hehehehe.
                Desaku dahulu merupakan daerah yang terbelakang yang perjudian juga minuman keras adalah barang yang tidak langka, pendidikan juga kurang, rata-rata mereka setelah tamat sd langsung bekerja dipabrik rokok. Pertama kali ayahku datang, beliau mengusulkan membangun mushola kecil didesa tersebut, begitu mushola berdiri yang jadi imam ayahku dan makmumnya pamanku. Hanya berdua, namun perlahan demi perlahan beliau mengajak tetua desa, juga beliau mengadakan acara tahlil yang diadakan bergantian dari rumah kerumah, selain itu beliau juga membuka TPQ dimushola itu dan mengajar disana. Begitu pula saat air sangat sulit ditemukan didesa itu, saat itu tidak ada PDAM didesa itu, mengambilnya harus dari sumber dikaki gunung, akhirnya beliau mengusulkan pembuatan pipa air yang menyalurkan air, beberapa tahun kemudian rencana itu sukses dan ayahku yang membuat rancangan penyalurannya. Begitu pula listrik, ayahku yang mengkoordinir pembayaran listrik didesa dan membayarkannya kekantor pusat. Beliau juga mengadakan acara maulid, muharroman, perayaan tabligh akbar dll. Yang akhirnya diserahkan kepemuda-pemudi desa untuk diatur. Selain itu juga beliau sering menjadi imam baik itu sholat 5 waktu maupun sholat jum’at, memimpin tahlil, pidato maupun khutbah diacara perayaan islami.
                Didepan rumahku ada sebidang kecil lapangan, lapangan ini disemen dan dicat secara gotong royong dan dibuat sebuah lapangan bulu tangkis pertama didesa. Untuk sekolah maupun untuk masyarakat yang biasanya digunakan sabtu malam hingga minggu pagi oleh warga desa. Aku ingat kalau ada lomba sangat rame juga neon-neonnya begitu cerah dimalam yang gulita, dan sekali lagi ayahku yang mengkoordinirnya. Begitu aku besar, aku tahu ayahku sering diminta menjadi penentu arah kiblat saat pembangunan masjid atau mushola. Bahkan terkadang menjadi arsiteknya. Dan hal yang begitu membuatku iri, saat ayahku tiada, menurut cerita dari guru sd disana (karena saat itu udah pindah rumah) mushola dan masjid yang pernah dibangun masyarakat bersama ayahku penuh dengan orang-orang yang sholat ghoib
                Pernah suatu saat didesa diadakan pemilu presiden. Dan ayahku adalah ketua panitianya, satu desa salah semua tata cara memilihnya, dikarenakan pula mereka sangat minim pendidikan, hanya satu pos yang benar, dan kebetulan yang mengkoordinasinya adalah adek iparnya pamanku, yang sekolah sampai sma dan sekarang dia jadi lurah disitu, lurah termuda. Akhirnya 3 hari ayahku tidak pulang membenarkan kesalahan tersebut. Benar-benar pendidikan itu sangat penting.
                Saat kami pindah keperumahan yang dibeli secara kredit tapi sanggat dibanggakan oleh ayahku, ayahku masih dicari-cari oleh orang didesa kami dahulu. Dimintai pendapat untuk berbagai urusan. Bahkan diperumahan yang baru ini ayahku memulai tahlil keliling rumah tiap kamis malam jum’at, bahkan tiap tahun baru seluruh penghuni perumahan baik itu yang berbeda agama keluar rumah untuk makan-makan bersama dan menyulut kembang api, atau bersantai dipaving yang telah dialasi tikar bersama-sama didepan rumah. Dan sekali lagi ayahkulah yang menjadi provokatornya.
                Aku sadar cerita ini sangat terlalu tidak masuk akal, mungkin terasa tidak mungkin pria seperti ayahku itu ada. tapi ini benar adanya, dan sumpah aku sangat bangga terhadap ayahku. Aku sanggat bangga menjadi anaknya, hanya aku belum bisa membanggakan beliau. Keinginanku terbesar saat ini adalah menghajikan beliau. Entah kapan tapi aku akan berusaha sebisa mungkin. Dan harus bisa.
                Dihari ayahku meninggal dunia, beliau malam itu mengikuti tahlil diperumahan dan didaulat untuk membaca doa, kemudian bersantai hingga pukul 11 malam bersama-sama orang-orang ditahlilan. Kemudian beliau kerumah kami yang sekarang didinoyo dalam keadaan hujan gerimis. Kebetulan ibuku membuka warung kecil didinoyo, dirumahnya almarhum nenekku. Dan kuliahku juga dekat dengan lokasi dimana aku tinggal sekarang, sekalian membantu untuk biaya berobat ayahku yang terkena stroke, dan saat itu penyakitnya sudah mulai sembuh. Tapi malam itu rupanya Tuhan berkehendak lain, menurut pengamatanku yang baru tahu setelah ayahku tiada dari tanda-tandanya, angin malam yang dingin membuat ayahku terkena angin duduk. Dimana jika sudah terserang merupakan sebuah pantangan untuk merebahkan diri. Malam itu sampai dirumah ayahku mengeluh kedinginan, lalu ibuku berinisiatif membuatkan air hangat yang ditaruh botol untuk menghangatkan, namun saat ayahku berbaring, beliau menyebut Allah Allah Allah dan kemudian tertidur, dan tak membuka matanya lagi. Begitu tenang dan seperti orang yang tertidur, wajahnya seakan kembali muda 20 tahun, adik ibuku yang tinggal dibelakang rumah kupanggil, lalu beliau mengatakan ayahku telah tiada namun menyarankan untuk tidak mengatakan pada ibuku yang masih berusaha menghangatkan badan ayahku dengan botol berisi air hangat, ibu mengelak jika ayah hanya tertidur, lalu aku menghubungi bulekku agar bisa mengantar ayahku kerumah sakit UNISMA, yang terdekat dengan tempat tinggalku, bulekku begitu datang juga telah mengetahui situasinya. Tanganku bergetar, jantungku berdetak cepat, aku takut sekaligus harus kuat sebagai anak tertua, setelah dokter menetapkan status ayahku yang telah tiada, aku menelfon keluarga ayahku, aku hanya bilang ayah af’al (sakit parah), sedang keluarga ibuku, bulekku yang menghubungi, paman dan bibiku segera meluncur kerumah perumahan, begitupula aku, ibu dan ayahku. Begitu sampai rumah dan tahu ayahku telah tiada, pamanku dan bibiku langsung menangis histeris, sedangkan aku bertahan, aku tidak boleh menangis atau terlalu berduka, aku harus kuat, atau aku hanya akan membuat ibuku lebih sedih jika aku jatuh dalam kondisi tidak sehat. Karena kondisiku mensyaratkan aku untuk tidak boleh terlalu larut dalam kepedihan. Aku mengabarkan ini keadikku yang ada dipesantren, tapi pukul 2 aku meminta kakakku untuk menjemput adikku, dimobil aku mulai tak sanggup menahan air mataku, dan dengan cukup tegar aku memberi tahu adikku bahwa ayah telah tiada. Bahkan memandikan ayahku, aku tak sanggup. Semoga Allah melapangkan kubur ayahku, meniadakan siksa, dan diberi kenikmatan kubur dan digolongkan orang-orang yang masuk surga. Amin.

No comments:

Post a Comment